Skandal Telepon Bocor Guncang Thailand, PM Paetongtarn Didesak Mundur
Bangkok — Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, mendadak menjadi sorotan publik dan politikus setelah percakapan teleponnya dengan mantan Perdana Menteri sekaligus Presiden Senat Kamboja, Hun Sen, bocor ke publik. Percakapan yang berlangsung 17 menit itu kini memicu gelombang protes di jalanan, memanaskan suhu politik di Negeri Gajah Putih dan memaksa Paetongtarn menghadapi desakan mundur dari jabatan.
Awal Mula Kebocoran
Kejadian ini berawal pada pertengahan Juni 2025, ketika rekaman panggilan telepon Paetongtarn dan Hun Sen bocor dan beredar cepat di media sosial. Dalam rekaman berdurasi sembilan menit yang viral itu, Paetongtarn terdengar memanggil Hun Sen dengan sebutan hangat “paman,” bahkan menggambarkan para komandan militer Thailand di perbatasan sebagai “opponent.” Sebuah ungkapan yang kontan membuat banyak pihak di dalam negeri geram.
Lebih mengejutkan lagi, ternyata rekaman lengkapnya berdurasi 17 menit dan pertama kali direkam langsung oleh Hun Sen. Presiden Senat Kamboja itu diketahui membagikan file rekaman ke lebih dari 80 pejabat Kamboja. Tidak lama kemudian, potongan rekaman itu pun menyebar ke publik.
Gelombang Protes dan Mundurnya Koalisi
Begitu rekaman beredar, sentimen nasionalisme meluap. Ribuan warga turun ke jalan di Bangkok sambil membawa spanduk berisi tuntutan agar Paetongtarn segera mundur. Masyarakat memandang percakapan itu sebagai bentuk ketidakberpihakan dan pengkhianatan terhadap kepentingan Thailand.
Bukan hanya warga, partai-partai koalisi pun ikut bereaksi. Bhumjaithai, partai terbesar kedua dalam pemerintahan Paetongtarn, menarik dukungannya dan resmi mundur dari koalisi. Keputusan ini membuat kursi pemerintah di parlemen berkurang drastis hingga hanya tersisa 255 dari total 500 kursi. Kondisi ini membuat pemerintahan Paetongtarn semakin goyah.
Selain Bhumjaithai, oposisi dan bahkan akademisi politik di Thailand ikut bersuara keras. Mereka mendesak adanya pemilu ulang dan menyebut Paetongtarn telah kehilangan kredibilitasnya sebagai pemimpin. Para pengamat bahkan memprediksi bahwa situasi politik yang memanas bisa berujung pada pembubaran parlemen dan pembentukan pemerintahan baru.
Paetongtarn Minta Maaf
Menghadapi tekanan besar ini, Paetongtarn segera mengadakan konferensi pers. Dengan wajah muram dan nada suara bergetar, ia menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Ia menjelaskan bahwa percakapan telepon itu adalah bagian dari upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan perbatasan. Paetongtarn juga menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak berniat merendahkan martabat militer maupun rakyat Thailand.
“Saya mohon maaf kepada seluruh warga Thailand. Panggilan itu adalah pembicaraan pribadi untuk kepentingan diplomatik, dan saya benar-benar terkejut rekamannya disebarluaskan tanpa izin,” ujar Paetongtarn dalam jumpa persnya.
Selain permintaan maaf, Paetongtarn juga memastikan bahwa dirinya tidak akan berkomunikasi secara langsung lagi dengan Hun Sen, demi menjaga kepercayaan publik dan integritasnya sebagai pemimpin. Ia juga berjanji untuk memperkuat komunikasi internal dan melibatkan seluruh elemen pemerintahan dalam setiap langkah diplomatik ke depannya.
Ketegangan Hubungan Thailand–Kamboja
Skandal ini turut memanaskan hubungan diplomatik Thailand dan Kamboja. Kementerian Luar Negeri Thailand langsung melayangkan protes keras dan memanggil duta besar Kamboja untuk meminta penjelasan resmi. Pemerintah Thailand mengecam tindakan merekam dan membocorkan percakapan tingkat tinggi sebagai pelanggaran etika diplomatik dan mencederai rasa saling percaya di kawasan.
Sementara itu, Hun Sen sendiri menolak berkomentar banyak. Ia hanya mengunggah rekaman lengkap 17 menit di akun Facebook resminya, seolah ingin memperjelas bahwa pernyataannya bukan hasil rekayasa dan untuk memperkuat posisinya di mata publik.
Dampak Politik dan Ekonomi
Krisis ini membuat pasar keuangan Thailand terguncang. Bursa saham mencatat penurunan hingga 22 persen dalam lima hari berturut-turut, terburuk sejak awal tahun. Mata uang baht pun melemah tajam dan investor asing mulai menahan dananya untuk melihat perkembangan politik lebih lanjut.
Analis politik dan ekonomi menyebut situasi ini sebagai “krisis ganda,” di mana ketidakstabilan politik berimbas langsung pada kepercayaan investor. Jika Paetongtarn tetap bertahan, gejolak bisa berlanjut dan memengaruhi iklim bisnis di Thailand.
Selain itu, memori buruk sejarah kudeta di Thailand turut membuat banyak orang khawatir. Jika pemerintah pusat terus goyah dan tak mampu memulihkan stabilitas, peluang intervensi militer untuk “mengembalikan ketertiban” bukan hal mustahil.
Reaksi dan Harapan Publik
Di tengah ketegangan ini, masyarakat Thailand terbelah. Sebagian mendesak Paetongtarn mundur agar kehormatan negara pulih. Namun sebagian lainnya tetap mendukungnya, menilai bahwa Paetongtarn hanya menjadi korban rekaman tanpa izin dan sengaja disebarkan untuk kepentingan politik.
Banyak pihak juga menilai bahwa skandal ini harus menjadi pelajaran penting soal komunikasi dan diplomasi. Sejumlah akademisi menyarankan pemerintah membuat protokol ketat untuk percakapan tingkat tinggi agar kejadian serupa tak terulang.
Sementara itu, di media sosial, tagar soal Paetongtarn dan Hun Sen terus menduduki puncak trending. Video dan meme soal percakapan bocor beredar cepat, memancing banyak komentar lucu hingga bernada sinis dari warganet.
Kesimpulan dan Masa Depan Politik Thailand
Skandal telepon Paetongtarn Shinawatra dan Hun Sen menjadi momen krusial dalam sejarah politik Thailand. Selain memengaruhi stabilitas koalisi dan hubungan luar negeri, kasus ini juga mengingatkan semua pihak bahwa transparansi dan kehati-hatian adalah kunci dalam diplomasi modern.
Pertanyaan terbesar kini adalah: mampukah Paetongtarn bertahan di kursi perdana menteri hingga akhir periode? Atau tekanan politik dan protes publik terlalu berat untuk diatasi? Jika ia mundur, siapa figur baru yang akan memimpin Thailand di masa sulit ini? Dan apakah perubahan kepemimpinan bisa memulihkan kepercayaan publik serta membawa ketenangan ke Negeri Gajah Putih?
Yang pasti, beberapa minggu ke depan akan menjadi periode menentukan bagi masa depan politik Thailand. Publik menanti langkah konkret Paetongtarn, sekaligus menilai siapa saja elite politik di sekitarnya yang benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat.
Pada akhirnya, kasus ini bukan hanya soal rekaman dan diplomasi, melainkan soal kepercayaan, harga diri bangsa, dan kepemimpinan yang diuji di tengah badai politik. Warga Thailand pasti berharap agar segera ada solusi bijak dan stabilitas kembali terwujud di tanah mereka.