RI Dapat Keringanan Tarif dari AS, Tapi Harus Belanja Besar
Jakarta, 17 Juli 2025 — Pemerintah Indonesia baru saja menyetujui kesepakatan besar dengan Amerika Serikat terkait perdagangan bilateral. Dalam kesepakatan ini, Presiden AS Donald Trump setuju menurunkan tarif bea masuk produk Indonesia ke AS dari 32 persen menjadi 19 persen.
Namun, penurunan tarif ini tidak datang tanpa syarat. Sebagai kompensasinya, Indonesia diwajibkan membeli berbagai produk Amerika dengan nilai total mencapai Rp320 triliun. Produk-produk tersebut mencakup energi, pertanian, dan pesawat terbang.
Langkah ini sontak menimbulkan reaksi beragam di dalam negeri. Di satu sisi, ada potensi besar untuk peningkatan ekspor Indonesia ke AS. Namun di sisi lain, nilai pembelian produk AS yang sangat besar juga menimbulkan pertanyaan: apakah ini benar-benar menguntungkan?
Komitmen Pembelian Produk AS
Pemerintah Indonesia menyetujui pembelian beberapa produk utama dari Amerika Serikat, di antaranya:
- Produk energi seperti gas dan minyak senilai sekitar Rp244 triliun.
- Produk pertanian seperti kedelai, jagung, dan gandum senilai Rp73 triliun.
- Pembelian 50 unit pesawat Boeing, mayoritas dari jenis Boeing 777.
Nilai total pembelian ini mencapai lebih dari Rp320 triliun dalam beberapa tahun ke depan. Komitmen ini dilakukan sebagai bentuk timbal balik dari penurunan tarif ekspor Indonesia ke pasar AS.
Mengapa Indonesia Setuju?
Pemerintah menyatakan bahwa akses lebih terbuka ke pasar AS merupakan hal penting dalam mendorong kinerja ekspor nasional. Selama ini, tarif tinggi menjadi kendala utama bagi pelaku usaha dalam menjual produknya ke Amerika.
Dengan tarif yang lebih rendah, diharapkan produk-produk Indonesia seperti tekstil, elektronik, makanan olahan, dan perikanan bisa bersaing lebih baik di pasar global.
Namun, pengamat ekonomi menilai keputusan ini harus dikawal secara ketat. Sebab, walaupun tarif turun, komitmen pembelian yang sangat besar bisa memberikan tekanan baru bagi neraca perdagangan Indonesia.
Dampak Terhadap Ekspor RI
Penurunan tarif dari 32 persen menjadi 19 persen memberikan peluang besar bagi pelaku industri di dalam negeri. Beberapa sektor yang dinilai akan mendapatkan manfaat langsung dari kesepakatan ini antara lain:
- Industri tekstil dan pakaian jadi, yang selama ini menghadapi tarif tinggi untuk masuk ke AS.
- Produk elektronik dan komponen otomotif, yang mulai banyak diminati pasar luar negeri.
- Produk hasil laut, seperti udang dan tuna yang menjadi andalan ekspor RI.
Kementerian Perdagangan menyebutkan, dengan penurunan tarif ini, potensi peningkatan ekspor ke AS bisa mencapai dua digit dalam dua tahun ke depan.
Tantangan di Balik Komitmen
Meskipun peluang terlihat menjanjikan, komitmen pembelian produk AS tetap menimbulkan kekhawatiran. Beberapa ekonom menyatakan bahwa pembelian dalam jumlah besar berpotensi:
- Meningkatkan defisit transaksi berjalan, terutama dari sektor energi dan pesawat.
- Mengurangi ruang fiskal, karena pengadaan produk dalam jumlah besar harus melibatkan pembiayaan jangka panjang.
- Membuka jalan dominasi produk asing jika tidak diimbangi dengan proteksi terhadap produk lokal.
Selain itu, pembelian pesawat dalam jumlah besar juga perlu dikaji dari sisi kebutuhan riil industri penerbangan nasional. Apakah 50 unit pesawat Boeing benar-benar mendesak untuk dibeli dalam waktu dekat?
Posisi RI di Kawasan ASEAN
Dengan tarif 19 persen, Indonesia kini termasuk negara dengan tarif impor ke AS paling rendah ketiga di Asia Tenggara, setelah Singapura dan Timor Leste. Negara-negara lain seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand masih dikenakan tarif antara 20–36 persen.
Pemerintah menganggap hal ini sebagai pencapaian diplomasi ekonomi yang cukup penting, meski harus dibayar mahal. Di sisi lain, beberapa negara ASEAN disebut mulai menegosiasikan ulang tarifnya untuk mendapat perlakuan serupa dari AS.
Peluang Masuknya Investasi AS
Tak hanya soal ekspor dan impor, kesepakatan ini juga membuka peluang baru untuk masuknya investasi Amerika Serikat ke Indonesia. Beberapa sektor yang diperkirakan akan menjadi target investasi antara lain:
- Infrastruktur energi
- Teknologi informasi dan manufaktur
- Penerbangan dan industri pesawat
Dengan masuknya investasi asing, diharapkan ada transfer teknologi dan peningkatan daya saing industri lokal. Namun, hal ini tetap harus diimbangi dengan kebijakan yang berpihak pada pelaku usaha nasional.
Suara Pelaku Usaha dan Ekonom
Ketua Asosiasi Pengusaha Nasional menyambut baik langkah pemerintah karena bisa meningkatkan akses pasar. Namun, ia menekankan perlunya pengawalan agar produk asing tidak membanjiri pasar domestik tanpa regulasi yang jelas.
Beberapa ekonom juga menyarankan pemerintah meninjau kembali kebutuhan pembelian produk AS agar tidak terjadi oversupply atau pemborosan. Fokus jangka panjang tetap harus pada penguatan daya saing industri nasional.
Apa yang Harus Dilakukan Selanjutnya?
Ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan Indonesia agar tidak terjebak dalam kerugian jangka panjang:
- Negosiasi lanjutan untuk penurunan tarif lebih rendah di masa depan.
- Diversifikasi pasar ekspor agar tidak terlalu bergantung pada AS.
- Perkuat posisi tawar produk lokal melalui efisiensi produksi dan peningkatan kualitas.
- Evaluasi menyeluruh terhadap pembelian produk AS, terutama dalam konteks kebutuhan domestik.
Pemerintah juga diharapkan menyusun strategi mitigasi agar pembelian besar tidak mengganggu anggaran negara atau memperbesar ketergantungan ekonomi.