Fenomena Baru atau Masalah Lama yang Terus Diulang?
Beberapa waktu terakhir, publik dikejutkan dengan viralnya video oknum organisasi masyarakat (ormas) yang memalak perusahaan besar di Cilegon. Bukan hanya investor besar yang terganggu, pedagang es teh pinggir jalan pun turut menjadi korban. Kondisi ini menimbulkan satu pertanyaan besar: ke mana pemerintah saat warga dan dunia usaha dipalak terang-terangan?
Indonesia dikenal dengan kekayaan sumber daya dan potensi investasinya. Namun, jika iklim usaha tidak dilindungi, bukan hanya investasi asing yang kabur, UMKM yang jadi tulang punggung ekonomi pun bisa hancur pelan-pelan.
Investasi Triliunan Terhambat Tekanan Ormas
Kasus terbaru datang dari proyek industri kimia di Cilegon, Banten. PT Chandra Asri Alkali (CAA), anak usaha dari perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia, sedang mengembangkan pabrik skala besar bernilai Rp 15 triliun. Sayangnya, bukannya mendapat dukungan, proyek ini justru dihantam tekanan dari sekelompok ormas yang menuntut jatah proyek tanpa melalui lelang resmi.
Apa akibatnya? Investor bisa saja berpikir ulang untuk menanam modal di Indonesia. Belum lagi proses hukum dan perizinan yang belum tentu bisa melindungi kepentingan mereka dari intervensi “pihak tak resmi”.
Pedagang Kecil Tak Luput dari Sasaran
Bukan cuma konglomerat yang merasakan tekanan. Seorang pedagang es teh di kawasan Ciledug dilaporkan diperas oleh oknum ormas. Jumlahnya memang “hanya” ratusan ribu, tetapi efek psikologis dan rasa takutnya jauh lebih besar.
Bayangkan jika seorang pedagang kecil yang berusaha bertahan hidup pasca-pandemi harus menghadapi ancaman fisik atau intimidasi hanya karena mereka “berdagang di wilayah ormas.” Ini adalah sinyal merah bagi seluruh pelaku UMKM di Indonesia.
Ketika Ormas Lupa Fungsi Awalnya
Secara definisi, ormas seharusnya menjadi bagian dari pembangunan masyarakat. Mereka dibentuk untuk mewakili kepentingan kelompok, memperjuangkan keadilan sosial, hingga menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan. Tapi realitanya kini berbeda.
Beberapa ormas justru menjelma menjadi kekuatan informal yang menekan dunia usaha dengan dalih “kebersamaan” atau “kontribusi untuk lingkungan.” Di banyak daerah, mereka mendatangi proyek-proyek konstruksi, menuntut pekerjaan, jatah logistik, bahkan sampai ikut menentukan vendor. Jika permintaan ditolak, ancaman pun datang.
Perlukah RUU Ormas Diperketat?
Undang-undang yang mengatur ormas sebenarnya sudah ada. Namun, pertanyaannya: apakah cukup kuat? Apakah penegak hukum siap bertindak tanpa takut dibenturkan dengan isu sosial dan politik?
Kita bisa belajar dari negara lain yang berhasil mengelola organisasi kemasyarakatan dengan baik. Mereka membuat batas tegas antara kepentingan masyarakat dan urusan bisnis. Ketika ormas ikut campur urusan komersial, maka negara akan turun tangan langsung.
Tanggung Jawab Siapa?
Pemerintah Pusat
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, pemerintah pusat harus menunjukkan keberpihakan pada iklim investasi yang sehat. Presiden sudah memberikan pernyataan, namun eksekusinya belum terlihat jelas di lapangan. Apakah aparat di daerah cukup kuat dan independen?
Pemerintah Daerah
Sering kali kepala daerah tidak mau berhadapan langsung dengan ormas karena pertimbangan elektoral atau tekanan politik lokal. Namun jika dibiarkan, maka praktik ini akan menjadi norma baru. Dan saat itu terjadi, pemda akan kesulitan menarik investor karena citra daerah sudah buruk.
Aparat Penegak Hukum
Tanpa penindakan yang tegas, keberanian ormas-ormas nakal akan semakin meningkat. Penindakan tidak cukup hanya sebatas klarifikasi. Harus ada tindakan nyata di lapangan yang membuat jera, mulai dari penangkapan hingga pembubaran organisasi jika terbukti melanggar hukum secara sistematis.
Pelaku Usaha Butuh Perlindungan, Bukan Tekanan
UMKM sering disebut sebagai pahlawan ekonomi, terutama saat pandemi. Tapi ironisnya, mereka dibiarkan bertarung sendirian di lapangan. Pemerintah seharusnya hadir bukan hanya saat memberi subsidi atau pelatihan, tapi juga ketika mereka terancam.
Sama halnya dengan investor besar, negara perlu hadir untuk memberi jaminan hukum dan rasa aman. Jika tidak, pelaku usaha akan lebih memilih keluar atau menghindari area yang dianggap “dikuasai ormas”.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Berikut beberapa langkah konkret yang bisa diambil pemerintah dan masyarakat:
1. Pemetaan Ormas dan Aktivitasnya
Buat database resmi berisi ormas aktif, visi-misi mereka, dan catatan aktivitasnya. Ini akan membantu publik dan dunia usaha mengetahui mana ormas yang benar-benar membantu dan mana yang bersifat destruktif.
2. Sanksi Tegas bagi Pelanggar
Tindakan pemalakan dan intimidasi harus langsung diproses hukum. Tidak cukup hanya “dipanggil dan dinasehati”.
3. Pelibatan Tokoh Agama dan Budaya
Tokoh lokal memiliki pengaruh yang besar. Mereka bisa dilibatkan untuk mengingatkan ormas agar kembali ke fungsi awal.
4. Edukasi Masyarakat
Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa pelaku usaha punya hak untuk berjualan atau berinvestasi tanpa harus memberikan “setoran” tidak resmi.
5. Buka Kanal Pengaduan Resmi
Masyarakat dan pelaku usaha butuh ruang untuk melapor tanpa takut. Kanal pengaduan harus mudah diakses, aman, dan mendapat tindak lanjut.
Penutup: Menjaga Iklim Usaha Adalah Tanggung Jawab Bersama
Kejadian demi kejadian menunjukkan bahwa intervensi ormas terhadap dunia usaha bukan hal sepele. Ini bukan sekadar isu sosial, tapi ancaman nyata terhadap ekonomi nasional. Jika tidak ditangani, efek domino-nya bisa menghancurkan kepercayaan investor, merusak UMKM, dan menciptakan ekonomi yang tidak sehat.
Pemerintah, aparat, dan masyarakat sipil harus bahu-membahu untuk menghentikan praktik ini. Indonesia tidak boleh menjadi negara yang membiarkan warganya diperas atas nama “kebersamaan”. Negara harus hadir — bukan hanya dalam bentuk pernyataan, tetapi juga tindakan nyata.