Teheran, Juni 2025 – Ketegangan memuncak di kawasan Timur Tengah setelah Iran secara tegas menyatakan menolak segala bentuk gencatan senjata dengan Israel. Pernyataan ini disampaikan pejabat senior pemerintah Iran yang menegaskan bahwa mereka tidak akan duduk dalam meja perundingan selama wilayah mereka masih menjadi target serangan udara dan rudal dari pihak Israel.
Langkah ini memicu kekhawatiran dari berbagai pihak karena membuka peluang eskalasi konflik yang lebih besar. Iran bahkan menambahkan bahwa mereka akan terus meluncurkan serangan balasan selama militer Israel tetap aktif menggempur fasilitas penting di negara tersebut.
Iran Tunjukkan Ketegasan Politik dan Militer
Dalam pernyataan resmi yang disampaikan lewat televisi nasional, juru bicara pemerintah Iran menyebutkan bahwa negara mereka sedang dalam posisi bertahan dan membalas. Iran menganggap bahwa ajakan gencatan yang datang dari beberapa negara Arab dan Barat hanyalah “pengalihan perhatian” yang tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan.
“Bagaimana mungkin kita berunding saat ibu kota kita diserang dan rakyat kami menjadi korban?” tegas juru bicara itu.
Kondisi ini mencerminkan bahwa Iran tidak hanya bersikap defensif, tapi juga strategis. Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap langkah diplomatik baru akan diambil hanya setelah situasi militer stabil dan mereka telah menyampaikan pesan yang cukup kuat ke pihak lawan.
Balasan Rudal Iran dan Operasi Balik
Setelah Israel melancarkan serangkaian serangan yang menghantam wilayah penting seperti fasilitas nuklir, markas militer, hingga pemukiman, Iran bergerak cepat. Militer Iran langsung merespons dengan mengirimkan rudal jarak menengah, drone bersenjata, dan peluncur taktis lainnya ke berbagai titik di wilayah Israel.
Hingga kini, lebih dari 100 rudal diklaim telah ditembakkan dari wilayah Iran menuju Tel Aviv, Haifa, dan beberapa kota militer strategis. Sistem pertahanan Iron Dome milik Israel berhasil menahan sebagian serangan, namun beberapa rudal dilaporkan berhasil menembus dan menyebabkan kerusakan besar di area sipil.
Rakyat Jadi Korban Utama
Di tengah baku serang antara dua negara ini, yang menjadi korban utama justru adalah warga sipil. Di Iran, ratusan rumah hancur, jaringan listrik dan air terganggu, serta ribuan keluarga mengungsi ke wilayah utara. Rumah sakit dilaporkan penuh, sementara tenaga medis kewalahan menangani korban luka dan trauma.
Sementara itu di Israel, beberapa kota utama mengaktifkan sirine serangan udara, sekolah-sekolah ditutup, dan masyarakat diminta berlindung di bunker. Suasana di kedua negara penuh ketegangan, dengan kekhawatiran serangan susulan yang bisa datang kapan saja.
Upaya Diplomasi Masih Mandek
Beberapa negara seperti Qatar dan Oman telah mencoba menjadi penengah. Mereka menawarkan diri untuk memfasilitasi pertemuan rahasia guna menghentikan kekerasan dan membuka jalur diplomasi baru. Namun Iran menolak dengan tegas dan menyebut, “Kami akan berdialog hanya setelah Israel menghentikan serangan mereka sepenuhnya.”
Sikap ini membuat para pemimpin dunia mulai cemas. Negara-negara anggota G7 yang tengah berkumpul di Kanada menyuarakan kekhawatiran atas potensi meluasnya konflik. Seruan agar kedua pihak duduk bersama disuarakan, namun sejauh ini belum menghasilkan terobosan apa pun.
Strategi Iran: Menekan Lewat Kekuatan
Apa yang dilakukan Iran bukan tanpa perhitungan. Menurut sejumlah analis, langkah Iran yang menolak gencatan adalah bagian dari strategi tekanan maksimum terhadap Israel dan negara-negara pendukungnya. Iran ingin menunjukkan bahwa mereka bukan hanya bisa bertahan, tapi juga menyerang secara terukur.
Dengan tidak menerima gencatan saat berada dalam posisi lemah, Iran mencoba menaikkan posisi tawar. Pemerintah Iran menilai, gencatan yang dilakukan saat mereka sedang diserang hanya akan merugikan mereka secara politik dan militer.
Israel Bertahan dan Melawan
Dari pihak Israel, tidak ada tanda-tanda akan mengurangi tekanan. Perdana Menteri dan petinggi militer Israel menyatakan bahwa mereka akan terus menyerang fasilitas militer dan intelijen Iran yang dianggap sebagai ancaman.
Pasukan udara Israel disebut telah menargetkan lebih dari 30 lokasi penting di dalam wilayah Iran dalam 72 jam terakhir. Bahkan, beberapa serangan dilakukan pada malam hari untuk menghindari sistem radar dan memaksimalkan kerusakan.
Situasi Regional: Ketegangan Merambat
Konflik antara dua kekuatan besar ini mulai berdampak ke negara-negara sekitar. Irak dan Suriah mulai meningkatkan kesiagaan militernya. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab bahkan memperkuat pengamanan wilayah udara mereka, khawatir bila konflik menyebar ke perbatasan mereka.
Beberapa pangkalan militer asing di kawasan Teluk juga meningkatkan status siaga. Bandara-bandara di negara tetangga membatalkan banyak penerbangan komersial sebagai langkah preventif.
Harga Minyak Melambung
Dampak lain yang terasa secara global adalah kenaikan harga minyak dunia. Ketidakpastian geopolitik dan potensi terganggunya distribusi minyak dari kawasan Timur Tengah menyebabkan lonjakan harga. Investor mulai waspada, sementara negara-negara pengimpor besar seperti China dan India mulai mengamankan suplai mereka dari sumber lain.
Dunia Menunggu Titik Balik
Meski kedua negara menunjukkan sikap keras, banyak pihak percaya bahwa konflik ini akan mencapai titik jenuh. Tekanan dari dunia internasional, korban sipil yang terus bertambah, serta beban ekonomi bisa memaksa kedua pihak untuk menghentikan serangan dan membuka jalur komunikasi.
Namun, sampai saat ini belum ada indikasi bahwa kedua belah pihak siap mengalah atau menunjukkan itikad rekonsiliasi. Iran tetap pada pendirian: tidak akan ada pembicaraan damai di bawah bayang-bayang ledakan dan asap rudal.