Mengapa Anak Bisa Mengucapkan Hal Menyakitkan?
Pernahkah kamu mendengar anak berkata kasar atau menyakiti perasaan orang lain dengan ucapannya? Banyak orangtua merasa bingung atau bahkan terpukul saat anaknya melontarkan kata-kata tajam. Tapi sebenarnya, perilaku ini bukan berarti anak nakal—bisa jadi ini sinyal bahwa mereka sedang mengalami kesulitan mengelola emosi.
Kata Adalah Cerminan Dunia Anak
Ucapan anak bukan muncul dari ruang kosong. Mereka belajar dari lingkungan, meniru apa yang mereka lihat dan dengar, baik di rumah, sekolah, maupun media digital. Di balik kata-kata yang menyakitkan, biasanya tersembunyi rasa frustrasi, kesal, atau bahkan cemas yang tidak bisa mereka ungkapkan secara tepat.
1. Jangan Langsung Marah, Tahan Dulu Reaksi Emosional
Insting pertama sebagai orangtua saat mendengar anak berkata kasar mungkin adalah marah atau menghukum. Tapi sebenarnya, langkah ini justru membuat anak merasa disalahpahami. Anak butuh didengar dulu, bukan dimarahi.
Tips: Ambil napas dalam-dalam, tenangkan diri sebelum menanggapi. Tanyakan dengan nada lembut: “Kamu lagi merasa kesal, ya? Ceritain ke Mama/Papa, yuk.”
2. Cari Akar Masalahnya, Bukan Hanya Ucapannya
Coba gali lebih dalam: apakah ada kejadian yang membuat anak frustrasi? Bisa jadi ia sedang konflik dengan temannya, mengalami tekanan akademis, atau hanya merasa lelah.
Tips: Setelah anak tenang, ajak ngobrol empat mata. Gunakan pertanyaan terbuka seperti “Kamu lagi merasa gimana hari ini?” atau “Ada yang bikin kamu nggak nyaman?”
3. Ajarkan Kosakata Emosi Sedari Dini
Salah satu alasan anak meluapkan emosi lewat kata menyakitkan adalah karena mereka belum tahu cara mengungkapkan perasaan dengan tepat. Di sinilah peran orangtua untuk mengenalkan kosakata emosi secara rutin.
Tips: Gunakan kartu emosi atau ekspresi wajah sederhana. Misalnya: “Kamu lagi sedih, ya? Atau kamu merasa kecewa?”
4. Buat Aturan Berbicara yang Konsisten di Rumah
Anak belajar dari pola komunikasi di rumah. Kalau orangtua terbiasa berteriak, memaki, atau menyindir, besar kemungkinan anak akan meniru. Maka penting membuat budaya komunikasi yang sehat.
Tips: Terapkan aturan keluarga seperti “Kita tidak menyebut kata yang menyakitkan” atau “Kalau marah, kita bilang perasaannya, bukan menyerang orangnya.”
5. Gunakan Momen Sebagai Bahan Refleksi
Setiap kejadian adalah peluang untuk mengajarkan empati. Tanyakan pada anak bagaimana perasaan orang yang ia sakiti, dan bagaimana perasaannya kalau ada yang bicara seperti itu padanya.
Tips: Ajak anak bermain peran, misalnya: “Kalau kamu yang dikatain seperti itu, apa yang kamu rasakan?”
6. Beri Contoh, Bukan Ceramah
Anak-anak menyerap lebih banyak dari apa yang mereka lihat daripada dari apa yang mereka dengar. Kalau orangtua bisa tetap tenang saat marah, mengakui kesalahan saat keliru, dan menyelesaikan konflik dengan sehat, anak pun akan meniru.
Tips: Saat kamu marah, coba katakan, “Mama lagi marah, tapi Mama nggak mau menyakitimu. Mama butuh waktu sebentar buat tenang.”
7. Jangan Lupakan Validasi dan Apresiasi
Ketika anak mulai belajar berbicara dengan lebih baik dan mengelola emosinya, beri apresiasi. Ini akan membangun rasa percaya diri dan membuat anak merasa dihargai.
Tips: Ucapkan hal sederhana seperti, “Tadi kamu udah ngomong dengan tenang walau kesal. Mama bangga banget.”
Apa yang Perlu Dihindari?
Untuk mendukung proses belajar anak dalam komunikasi, ada beberapa hal yang sebaiknya dihindari:
- Membalas dengan kata kasar – ini hanya akan memperkuat bahwa bicara kasar itu normal.
- Mengabaikan kejadian – diam bukan berarti masalah selesai. Anak bisa merasa tak dianggap.
- Labeling anak – seperti “anak nakal”, “kamu kasar banget sih” hanya akan membuat anak merasa buruk tentang dirinya sendiri.
Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?
Kalau ucapan menyakitkan dari anak makin sering terjadi, disertai perilaku agresif atau menarik diri secara sosial, bisa jadi ada masalah yang lebih dalam. Konsultasi dengan psikolog anak bisa jadi langkah bijak.
Penutup: Orangtua Bukan Harus Sempurna, Tapi Hadir
Menjadi orangtua bukan tentang selalu benar. Tapi tentang belajar bersama anak, hadir saat mereka butuh, dan memberi ruang untuk tumbuh. Saat anak berkata menyakitkan, jangan langsung menghakimi. Mungkin itu sinyal bahwa mereka sedang butuh kita lebih dari biasanya.